Tantangan backpackeran di negara yang tak berbahasa latin layaknya China, seperti disebutkan oleh sekian referensi, adalah masalah informasi dan komunikasi. Yang pertama minimnya papan informasi berbahasa latin dan kedua jarang yang bisa bahasa Inggris. Hal ini tak akan terlalu menjadi masalah bila akan berbelanja, karena Yuan (RMB) dan kalkulator bisa menggantikan kamus 🙂 namun bila traveling menjadi lain sama sekali. Saya merasakannya empat tahun lalu kala datang ke stasiun Guangzhou, antrian mengular dan hanya mendapati bahasa Mandarin di peron tanpa ada yang bisa ditanya. Kala itu saya membatalkan niat mencoba perjalanan kereta api. Mungkin bukan saatnya, pikiran waktu itu.
Kini karena keharusan memakai kereta menuju Lijiang, terpaksalah mempelajari sistem perkereta-apian negara Tirai Bambu. Bila dulu sistem booking online belum marak, kini untunglah sudah ada beberapa agen yang bisa melakukan. Namun tetap saja tak bisa menerima pembayaran kartu kredit non-China. Memang ada agen diluar China yang bisa melakukannya antara lain agen tiket kereta di Inggris dan Singapura, tapi heloow.. katanya mau belajar.. ya harus pakai sistem yang di China dong.
Salah satu agen tiket kereta online adalah web travelguidechina.com yang tampak cukup otoritatif dalam perkeretaapian ini. Seluruh jadwal dan rute kereta di China cukup update, dengan metoda pembayaran kartu kredit via Paypal. Mereka mengutip fee USD 5 ditambah fee Paypal, kalo dirupiahkan sekitar Rp 75.000,-. cukup mahal tapi daripada melongo lagi di stasiun kereta, saya pun memilih booking online tiket kereta malam Kunming-Lijiang one way saja. Rencananya untuk tiket kembali akan membeli di stasiun Lijiang saja, setelah mengamati dulu tata cara pembelian tiketnya di Kunming.
Walau dibanyak kota besar China sudah ada bullet train, rupanya provinsi Yunan agak tertinggal perkembangannya hingga paling banter adalah jenis kereta cepat. Tiket yang dipesan ..ehem..adalah kelas paling dangkal yaitu hard sleeper seharga 152 yuan ( Rp 300.000). Difasilitasi kasur cukup empuk dan selimut tebal, sebenarnya cukup murah dibanding tiket duduk Argo Wilis Bandung-Surabaya yang bisa mencapai Rp 460.000. Sedikit tips, jangan lupa download dan print juga dialog dalam bahasa China yang banyak digunakan selama memakai kereta, semisal ‘mana bis ke stasiun kereta’ , ‘dimana menukar print email’ dan semacamnya.
Setelah menerima softcopy tiket via email, saat tiba di peron print email ini ditukar dengan tiket sesungguhnya. Namun sebelum bisa memasuki stasiun, seluruh tas bawaan akan diperiksa scan x-ray dulu layaknya masuk bandara. Dengan tiket asli ini barulah bisa masuk kedalam stasiun. Disini carilah ruang tunggu yang tepat, karena terdapat banyak ruang tunggu untuk bermacam keberangkatan. Sekitar 15 menit sebelum keberangkatan penumpang baru bisa boarding ke gerbong. Salah satu yang menyenangkan di ruang tunggu ini adalah tersedia air panas -benar-benar panas- yang melimpah. Ini bisa dimanfaatkan untuk menyeduh mie instant dan kopi sachet.
Berangkat dari Kunming jam 21:30 pada pukul 4 pagi tiba di stasiun Dali, berhubung banyak penumpang yang turun sempat sedikit panik juga karena tak tahu ini stasiun apa. Tapi karena menurut jadwal tiba pukul 7 pagi, saya pun kembali beringsut ke kasur. Stasiun Lijiang ternyata adalah perhentian terakhir, dan semua penumpang turun hingga tanpa keraguan saya pun ikut turun. Salah satu yang membuat terkesan di stasiun kereta Lijiang yang modern ini adalah suasana tamannya yang asri. Saya bersumpah mencium harum aroma bunga sesaat setelah keluar dari pintu exit nya. @districtonebdg